Laman

Kamis, 03 Juni 2010

NASIB PETANI SUSU (RTL Analisa Sosial)

NASIB PETANI SUSU (RTL Analisa Sosial)
Oleh Ernawati

Sopandi (25 Th) dan Kakanya Yunus (30 Th) adalah salah satu diantara sekian banyak pemelihara sapi perah di kampungku, Kp Cibojong-Ds Balewangi –Kec Cisurupan,telah 5 tahun terakhir ini memelihara sapi perah sebanyak 4 ekor . Setiap hari saya perhatikan, Mereka berdua atau tetanggaku yang lainnya dari jam 04.00 pagi sudah sibuk mengurus sapi-sapinya, dari mulai mengangkut air, memberesihkan kandang , memandikan sapi-sapinya, memeras susu lalu membawanya ke penampungan susu (Koperasi Susu). Menginjak agak siang sekitar jam 07.00 mereka pergi mencari rumput, “ anu gaduh jukut nyalira mah raos, kantenan upami nuju musim hujan sok seueur jukutna, abdi ge gaduh mung saalit, janten kedah milari ka tempat anu sanes” (kalau punya tanaman rumput sendiri sih enak, apalagi kalau musim hujan, rumputnya banyak dan subur, saya juga punya, tapi hanya sedikit, jadi tetap harus mencari ke tempat umum yang lain. pen) Jawab Sopandi Ketika saya tanyakan dari mana bisa mendapatkan rumput-rumput itu. Dari waktu sepagi itu untuk mencari rumput baru bisa pulang sekitar jam 11.00., mereka pun istirahat untuk mempersiapkan pakan untuk sapi-sapinya itu. Sekitar jam 02.00 siang mereka kembali memeras susu dan dibawa ke penampungan sekitar jam 03.00 sore. Setelah itu pun masih ada tugas lain yaitu memberi pakan dan kembali memberesihkan kandang supaya sapi-sapinya sehat.
Yang paling sulit memelihara sapi yaitu menjaga sapinya supaya tidak terkena penyakit atau menjaga dari pencuri, jadi harus bisa menjaga 24 jam , apalagi kalau belum punya kandang yang tertutup , jelas sopandi ketika saya Tanya hal paling sulit dalam memelihara sapi perah. Karena kalau sapinya sakit produksi susunya menurun. Sedangkan menurut sebagian petani yang lain dan dari pihak koperasi banyak sekali hambatan yang dihadapi untuk mendapat keuntungan yang memadai, diantaranya :
1. Tidak ada subsidi dari pemerintah untuk pemeliharaan sapi khususnya pakan
2. Kualitas susu kita kalah dengan kualitas susu inport, karena pemeliharaan yang kurang maksimal karena biaya yang kurang memadai sehingga susu dari KUD sering tidak diterima oleh pihak perusahaan karena kualitas susu buruk, atau bias diterima tapi dengan harga lebih murah sehingga dampaknya sangat terasa oleh petani, harga susu semakin murah.
Dari pekerjaan yang menghabiskan waktu sehari-semalam , tenaga juga materi yang tidak sedikit (membeli rumput, dedak dan yang lain-lainnya, sebulan menghabiskan biaya sekitar Rp 600.000) Sopandi hanya memperoleh penghasilan dalm satu bulan sekitar Rp.1.350.000, itu pun kalau harga susu sedang bagus, untuk kualitas susu baik dihargai sekitar Rp 3000 menurutnya itu hanya cukup untuk hidup sehari-hari. “ batina mah upami sapina anakan weh” (keuntunganya kalau sapinya beranak. Pen) katanya ketika saya tanya tentang keuntungan.
Hal yang paling mengejutkan, ketika saya mewawancarai pihak koperasi susu yang biasa dikunjungi untuk menjual susu oleh para petani di kampungku termasuk Sopandi dan Yunus. Pihak koperasi menjual ke perusahaan Susu kental Indomilk, Diamond dan Danone dengan harga Rp 3.800/liter, pihak koperasi mendapatkan laba bersih Rp100/liter, setiap hari menampung 17.000 liter. Sedangkan untuk memproduksi satu kaleng susu pihak perusahaan membutuhkan 1 (satu) liter susu segar , satu kaleng susu dipasaran dijual seharga Rp. 7000. maka jika dihitung secara kasar keuntungan untuk perusahaan sekitar Rp 3.200/liter susu. Sedang untuk petani hanya Rp 1.700/liter.
Hal tersebut tidak hanya terjadi pada Sopandi dan Yunus, itu hanya segelintir dari sekian banyak petani kecil di negeri ini, yang paling menyedihkan banyak dari para petani tersebut para ibu yang harus menghidupi anak dan keluarganya, walaupun saya tidak sempat untuk mewawancarainya, sehingga mereka tidak punya banyak waktu untuk mengurus anak-anaknya yang dianggap kewajiban mereka sebagai ibu rumah tangga, Ironisnya, mereka (ibu-ibu) itulah sebagai sang penguasa susu di negeri ini tapi ternyata anak-anak mereka tidak bisa minum susu karena harga yang tidak terjangkau.
Demikianlah realitas social kita, yang sudah jelas dan nampak hanya menindas orang-orang yang sudah tertindas secara social, ekonomi, pendidikan bahkan dalam segala bidang. Apakah para penguasa negeri ini telah buta sehingga tidak mampu melihat kondisi anak negrinya ?!.

*Hasil wawancara pada tanggal 30 Agustus 2009 dengan Sopandi dan Yunus (pihak petani) dan Ust Gaosul Anam (Pengurus KUD Kec. Cisurupan).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar